A. Definisi Thoharoh
secara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau An-Nazahah (pensucian).
Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats. Atau mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku yang kotor/ tidak terpuji.
B. Macam-Macam Thoharoh
Thoharoh ada dua macam, yaitu:
1. Thoharoh Bathiniyah Ma’nawiyah (pensucian jiwa).
Yaitu
mensucikan diri, hati dan jiwa dari noda syirik, syak (keraguan),
subhat (racun kebohongan) dan bentuk-bentuk perbuatan maksiat lainnya.
Cara-caranya dengan:
· Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh semata, dengan memfokuskan tujuan dan sasaran ibadah hanya kepada-Nya saja.
· Mutaba’ah
(mengikuti) Rosululloh saw dalam beramal, berperilaku, bermuamalah dan
berakhlak, bahkan dalam segala hal yang kita anggap remeh sekalipun.
· Membersihkan
diri dari pengaruh dan noda hitam perbuatan maksiat, dosa-dosa dan
segala bentuk penyimpangan dalam syari’at, dengan taubat nashuhah
(sungguh-sungguh)
2. Thoharoh Dzohiroh Hissiyah
Yaitu membersihkan diri dari khobats (kotoran luar) dan hadats (dari dalam).
Khobats
adalah najis (kotoran) yang dapat dihilangkan dengan air seperti
kotoran yang melekat dibaju orang sholat, dibadan dan ditempat
sholatnya. Sedangkan hadats adalah thoharoh dari kotoran yang khusus dan
tertentu cara menghilangkannya yaitu dengan wudhu, mandi atau tayamum.
(inilah yang menjadi bahasan dalam bab ini).
C. Jenis-Jenis Air
Ada empat (4) jenis air yaitu:
1) Air Mutlaq.
Yaitu air yang secara dzat / dzohirnya suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci (suci mensucikan). Diantaranya adalah:
a) Air hujan, salju atau es (hujan es), embun, mata air dan air sungai.
Alloh swt berfirman:
Artinya:"Dan Alloh menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu". (QS. Al Anfaal:11)
Dari
itu Alloh menurunkan air hujan dari langit kepada kalian agar dia
sucikan kalian dengan air hujan itu dari hadats dan khobats. (lihat
Taisir Al-Aziz Ar-Rohman: 278).
b) Air Laut
Abu Huroiroh ra berkata:
"seorang
laki-laki bertanya kepada Rosululloh saw seraya berkata: ya Rosululloh,
saya sedang brlayar dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu
memakai air minum itu, kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu
dengan air laut? Rosululloh saw bersabda: laut itu suci airnya dan halal
bangkainya". (HR. At-Tirmidzi: 63, ia berkata ini hadits hasan shohih)
c) Air zamzam.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ دَعَا بِسَجْلٍ مِنْ مَاءِ زَمْزَمٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ
Ali
ra berkata:" sesungguhnya Rosululloh saw minta satu ketel air zamzam,
lalu beliau meminumnya dan berwudhu dengannya". (lihat Irwaul Gholil:
13, shohih)
d) Air
yang tercampur, karena telah lama tergenang pada suatu tempat atau
karena bercampur dengan benda yang dapat merubah dzat air tersebut
seperti air yang dipeuhi oleh lumut atau ganggang atau bercampur dengan
daun-daun (yang membusuk).
2) Air Must’mal.
Yaitu air sisa wudhu atau mandi. Air jenis ini hukumnya sama dengan hukum air mutlak yaitu suci mensucikan.
اغْتَسَلَ
بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ فِيْ جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُوْلَ اللهِ أَنْ
يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ
جُنُبًا فَقَالَ: "إِنَّ المَاءَ لَا يَجْنِبُ".
”sebagian
isteri-isteri Nabi saw mandi disatu bak. Kemudian Nabi Muhammad saw
hendak berwudhu dari air tersebut. Maka isterinya berkata:"Ya Rosulalloh
saya tadi junub. Beliau menjawab: sesungguhnya air tidak menjadi
junub". (HR. At-Tirmidzi: 65, ia berkata: ini hadits hasan shohih)
Hadits
ini dijadikan dalil atas sucinya air musta’mal. Dan air tidak menjadi
junub dengan mandinya orang junub dari air dikolam tersebut.
3) Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci
Seperti
bercampur dengan sabun, minyak zaitun, za’faron, tepung dan sesuatu
lainnya yang dapat merubah dzat air. Hukum air ini adalah suci selama
masih dianggap sebagai air murni.
Dan apabila secara adat sudah tidak dapat dikatakan sebagai air maka ia pun tetap suci, namun tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Ummu Athiyah berkata:
دَخَلَ
عَلَيْنَا النَّبِيِّ وَ نَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ: اغْسِلْنَهَا
ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ مِنْ
ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
"Nabi
saw memasuki kami saat kami memandikan anak putrinya. Beliau bersabda:
mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih jika dipandang perlu dengan
campuran air dan daun bidara….". (HR. Bukhori : 1253 dan Muslim: 939)
4) Air yang bercampur dengan sesuatu yang najis.
Hal ini masih mempunyai dua kemungkinan, yaitu:
a. Jika najis tersebut merubah dzat (rasa, warna dan bau) air, maka airnya tidak dapat digunaka untuk thoharoh.
b. Jika
najis tersebut tidak merubah salah satu dari dzat air, sehingga secara
adat pun air tersebut masih dianggap sebagai air, maka hukumnya suci
mensucikan.
D. Hukum-Hukum Bejana
Diantara hukum-hukum yang berkaitan dengan bejana (mangkok, cangkir, piring dan lainya) yang patut diketahui adalah:
1) Hukum bejana yang terbuat dari emas dan perak.
Diharamkan
mengunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk tempat makan
dan minum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Rosululloh saw
bersabda:
"وَلَا
تَشْرَبُوْا فِيْ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَلَا تَأْكُلُوْا فِيْ
صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِيْ الدُّنْيَا وَلَنَا فِيْ الآخِرَةِ".
"....
dan janganlah kalian minum pada bejana emas dan perak dan jangan pula
makan pada piring yang terbuat dari keduanya. Kedua bejana tersebut
untuk mereka (orang-orang kafir) didunia dan akan menjadi milik kita
diakherat kelak". (HR. Bukhori:5426 dan Muslim:5/2067)
Hadits
diatas menjadi dalil bagi pengharaman bejana serta piring yang terbuat
dari emas dan perak sebagai tempat makan dan minum. Baik dari emas murni
maupun emas yang dicampur dengan perak.
Diharamakannya
makan dan minum dalam bejana dan piring emas dan perak, baik laki-laki
maupun perempuan adalah karena keduanya digunakan untuk orang-orang
kafir didunia.
2) Bejana dari kulit bangkai
Sama
dengan hukum bejana yang terbuat dari emas dan perak yaitu haram
menggunakannya, karena kulit bangkai adalah najis. Adapun jika kulit
bangkai tersebut sudah didibagh atau disamak (dikeringkan setelah dicuci
bersih),maka telah suci dan boleh digunakan sebagai bejana untuk mekan
dan minum.
Rosululloh saw bersabda:
"إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ".
"Apabila kulit bangkai telah didibagh, maka ia telah suci". (HR.Bukhori dan Muslim)
E. Benda-Benda Najis
Benda-benda yang tergolong najis diantaranya:
1) sesuatu yang keluar dari salah satu dari dua jalan yaitu dari qubul dan dubur, seperti:
· Tinja (kotoran/ tahi)
Abdulloh bin Mas’ud berkata tentang cara istinja’ Rosululloh saw:
وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ: "إِنَّهَا رِجْسٌ".
"beliau saw membuang tinja (kering) dan beliau bersabda: sesungguhnya itu adalah najis". (HR. Muslim: 156)
· Air kencing
Anas bin Malik ra berkata:
جَاءَ أعْرَابيّ فَبَاَلَ في طَائِفَةِ المَسْجدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ، فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا قَضَى بَولَهُ، أمَرَ النبي صلى الله عليه وسلم بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فأهْرِيقَ عَلَيْهِ.
"Seorang
Arab badui berdiri dan buang air kecil didalas masjid. Maka orang-orang
mencelanya, lalu Nabi saw melarang mereka, ketika selesai kencinya,
Nabi saw menyuruh dengan satu ember air untuk menyiram air kecil
tersebut…". (HR. Bukhori:220 dan Muslim: 283)
· Madzi (cairan encer akibat rangsangan sahwat yang keluar dengan tidak sengaja)
· Wadi (cairan putih encer setelah selesai buang air kecil atau saat mengalami kecapaian)
Ali bin Abi Tholib ra berkata:
فَأمَرْتُ المِقْدادَ بْنِ الأسْوَد إِلَى النَّبِيِّ فَسَأَلَهُ عَنِ المَذِيِّ يَخْرُجُ مِنَ الإِنْسَانِ كَيْفَ يَفْعَلُ بِهِ؟، فَقَاَل : "تَوَضأ وَاْنضَحْ فَرْجَكَ" .
"Kami mengutus miqdad bin Aswad kepada Rosululloh saw untuk menanyakan tentang madzi
yang keluar dari manusia, apa yang harus diperbuat? Beliau menjawab:
Wudhulah dan bersihkan kemaluannya". (HR. Muslim:303,19)
· Darah Haid dan Nifas
Asma’ binti Abu Bakar ra berkata:
"Seorang
wanita bertanya kepada Rosululloh saw: Ya Rosulalloh, apa pendapatmu
apabila salah seorang kami darah haidnya mengenai baju, apa yang harus
dilakukan? Rosululloh saw menjawab: apabila darah haid mengenai baju,
maka keriklah kemudian bersihkanlah dengan air kemudian baru gunakan
untuk sholat". (HR. Bukhori: 307 dan Muslim: 29)
2) Kulit bangkai (akan tetapi boleh memanfaatkannya apabila sudah disamak/ dikeringkan)
Abdulloh bin Abbas ra berkata: aku mendengar Rosulalloh saw bersabda:
"إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ".
"Apabila kulit bangkai telah didibagh, maka ia telah suci". (HR.Bukhori dan Muslim)