a


322

Senin, 09 Juli 2012

PUISI

MELAHIRKAN KEMBALI INDONESIA RAYA

( Sebuah Litani Buat Guru Bangsa )
Oleh Prof. Dr. H Winarno Surakhmad,M.Sc.Ed

1.      1. ( DI KELAHIRANNYA)
Sampai kemarin,
Ketika… semua babi rusa,
Komodo dan badak bercula,
                hidup  terlindung petaka
                dalam satu undang-undang
Guruku malang,
Sebagai malaikat yang tirakat
hidup penuh hampa:
                tanpa perlindungan
                sepenggal undang-undang
2.       2. ( DI DUNIANYA)
Tanpa sebuah kepalsuan
semua guru meyakini
guru artinya ibadah

Tanpa sebuah kemunafikan
semua guru berikrar
mengabdi kemanusiaan

Tapi dunianya… ternyata tuli
Setuli batu… tak berhati

Otonominya, kompetensinya, profesinya,
Hanya sepuhan pembungkus rasa getir.
                Tatkala dunianya tidak bersahabat
                tidak mungkin menjadi guru yang Guru,
                hingga ketika guru syuhada,
                tiada tempat di makam pahlawan!

3.   3. ( DI HATI KECILNYA)
Dengan sikap terbata-bata
Dengan suara tersendat-sendat
                Dengan hati tersumbat darah
                Guru bertanya dalam gumam
                Mungkinkah berharap yang terbaik
                dalam  kondisi yang terburuk?
Bolehkah kami bertanya
apa artinya bertugas mulia
                ketika kami hanya terpinggirkan
                tanpa ditanya tanpa disapa?
Kapan sekolah kami
lebih baik dari kandang ayam!
                Kapan pengetahuan kami
                Bukan ilmu kadaluwarsa!
               
                Mungkinkah berharap yang terbaik
                Dalam kondisi yang terburuk?
Kenapa... ketika orang menangis
 kami harus tetap tertawa?
Kenapa… ketika orang kekenyangan
kami harus tetap kelaparan?

Bolehkah kami bermimpi,
didengar ketika berbicara,
dihargai layaknya manusia,
tidak dihalau ketika bertanya?
                Tidak mungkin berharap yang terbaik
                dalam  kondisi yang terburuk!

4.       4. (DI BATU NISANNYA)
Di Sejuta nisan guru tua
 yang terlupakan oleh sejarah
terbaca orehan dahan kering:
                “ Disini… berbaring seorang guru
                semampu… membaca buku usang
                sambil belajar.. menahan lapar
                hidup sebulan… dengan gaji sehari”
Itulah nisan sejuta guru tua
yang terlupakan oleh sejarah
kematiannya tidak ditangisi,
tiada bunga, tiada meriam,
tiada doa, tiada… in memoriam!
                                Seorang guru tua
                                dari sejuta sejarah

5.       5. (DI MATA BANGSANYA)
Bangkitlah, bangkitlah guruku
Kehadiranmu tidak tergantikan.
Biarlah dunia ini menjadi saksi :
                Kau bukan guru negeri
Kau bukan guru swasta
Kau adalah GURU BANGSA!!!
Kalau engkau mulia, kalau saj engkau mau
Memberikan yang terbaik dan hanya yang terbaik…
Kalau saja engkau mau
                Memanusiakan manusia,
                Membudayakan bangsa,
                Mengindonesiakan nusantara:
                Satu generasi di tanganmu
                Seagung sebuah Maha Karya
                Satu besok menunggumu
                Indah dari seribu kemarin!
Maha Guru bangsa ini:
Sekaranglah waktumu
 
 

Hasrat Taubat


Nyanyian sunyi ku dendangkan lewat bibir hatiku
Untuk menebus segala dosa
Robbana dholamna anfusana….
Ujub, riya’, sombong, hubud dunya dan rayuan nafsu
Lumur dalam diriku
Alloh ……Robbii , Ampunilah dosaku
Murnikan imanku kepada-Mu
Innash sholaati wanusyuku wa mahyaaya wa mamaati lillahirobbil ‘aalamiin  
Nista perbuatanku yang lalu
Akan ku ubah jadi madu
Hasrat ini bisa terwujud bila Ridho-Mu menyertaiku , ya Alloh…………….
 

Dalam Doaku


Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman
Tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima
cahaya pertama, yang melengking hening karena
akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau
senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah darimana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang
mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap
Di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
Yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun
Sangat pelahan dari nun di sana, bersejingkat di jalan kecil itu,
menyusup di celah-celah jendela dan pintu,
Dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut,
dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
Yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai
Mendoakan keselamatanmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar